Sejarah Pendirian APJIKI Indonesia
Kemeristekdikti Apresiasi Lahirnya Asosiasi Penerbit Jurnal Komunikasi Indonesia (APJIKI)Sejalan dengan upaya pemerintah mendorong produktivitas publikasi karya ilmiah, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI (Kemenristekdikti) menyambut baik lahirnya Asosiasi Penerbit Jurnal Ilmu Komunikasi Indonesia (APJIKI).
Saat menerima audiensi APJIKI (6/2) di Jakarta, Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi, Dr Sadjuga, M.Sc menyampaikan, agar asosiasi ini menjadi titik penting bagi lahirnya jurnal-jurnal—khususnya bidang komunikasi—berskala nasional dan terakreditasi.‘’Kita sangat mengapresiasi asosiasi seperti ini. Ini yang kami tunggu-tunggu. Kita berharap, para akademisi semakin produktif melakukan penelitian dan menulis di jurnal, kemudian lahir jurnal-jurnal yang berkualitas.
Kita tahu, Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor—yang antara lain mengatur kewajiban menerbitkan karya ilmiah di jurnal nasional maupun internasional–antara lain dikeluarkan terkait masalah ini,’’ kata Sadjuga didampingi Kasi Publikasi, Kasubdit jurnal nasional dan jurnal internasional.‘’Pak Menteri sudah sampaikan bahwa Permenristekdikti tersebut diharapkan menaikkan jumlah publikasi ilmiah sampai 10.000.
Gerakan seperti yang dilakukan teman-teman ini, akan sangat mendukung upaya itu,’’ tambah Sadjuga.Dalam kesempatan audiensi ini, Ketua Umum APJIKI, Dr. Puji Lestari, menyampaikan bahwa lembaganya lahir antara lain juga karena keinginan menyambut niat pemerintah meningkatkan kuantitas dan kualitas artikel jurnal di Indonesia khususnya Jurnal Ilmu Komunikasi. Alasan lain, papar Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta ini, lewat asosiasi, para anggota ingin bekerja sama dalam melancarkan penerbitan, tukar menukar artikel, reviewer, saling meningkatkan sitasi, dan bentuk-bentuk kemitraan lain untuk meningkatkan publikasi ilmiah di bidang ilmu komunikasi.‘
’Sekarang ini pemerintah hanya akan mengukur atau menilai jurnal online berbasis Open Journal System (OJS). Kalau jurnalnya mau jadi jurnal nasional terakreditasi, ya harus online. Kenyataannya, sebagian besar kampus masih belum menerbitkan dan memroses ini. Di sisi lain, untuk versi cetak saja, problem terkait dengan kualitas penelitian dan penulisan artikel masih sangat dirasakan. APJIKI, akan berupaya menjalin kerjasama antar kampus penerbit jurnal dalam mengatasi masalah-masalah ini,’’ kata Dr.Puji Lestari yang juga sebagai Ketua Pengelola Jurnal ASPIKOM—jurnal Asosiasi Pendidikan Tinggi Komunikasi yang sudah terakreditasi Dikti.
Dikatakan Puji, saat ini hanya ada 3 jurnal ilmiah terakreditasi di bidang Ilmu Komunikasi seIndonesia, Sementara kebutuhan akan jurnal tersebut semakin tinggi. Menurut Dikti, jika kewajiban publikasi ilmiah dijalankan semua dosen dan mahasiswa pascasarjana, dibutuhkan sekitar 7.000 jurnal ilmiah terakreditasi. ‘’Saat ini, secara keseluruhan jurnal terakreditasi di Indonesia hanya 276 jurnal, atau 471 jurnal jika ditambah dengan LIPI,’’ kata Sadjuga. ‘’Bertemunya’’ kepentingan APJIKI dan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas publikasi ilmiah dan lahirnya jurnal-jurnal berkualitas, tentu harus didukung praktik kerjasama yang baik.
Karena itu, pihak Dikti menyatakan siap mendukung upaya-upaya pengembangan dalam berbagai bentuk seperti workshop atau pelatihan terkait penerbitan jurnal online berbasis OJS, penulisan, publikasi di jurnal internasional dan lain-lain.‘’Dari sisi Kemenristekdikti, selain mendapatkan penjelasan langsung terkait prosedur akreditasi, aturan main dan lain-lain, kami memang berharap kerjasama dalam berbagai pelatihan untuk anggota APJIKI.
Selain itu, kami juga berharap asesor untuk jurnal lebih banyak lagi yang sesuai bidangnya. Sejauh data kami, untuk bidang ilmu komunikasi asesor jurnal ini bukan orang komunikasi. Kami minta perhatian Dikti dalam masalah ini,’’ demikian dikatakan Dr Lestari Nurhajati, Sekjen APJIKI.Terkait upaya mendorong kultur publikasi serta upaya mewujudkan kemandirian akademisi Tanah Air, pemerintah membangun Science and Technology Index yang diberi nama Sinta. Sinta merupakan portal yang berisi pengukuran kinerja ilmu pengetahuan dan teknologi yang antara lain meliputi kinerja peneliti/penulis (author), kinerja jurnal, dan kinerja institusi iptek. APJIKI, menurut Lestari lahir untuk mendukung penuh upaya ini. (bidang publikasi APJIKI)